Makeup Pertamaku Perjalanan Mengenal Diri Lewat Cermin
Aku masih ingat jelas saat pertama kali memegang lipstik bukan yang glossy dengan packaging mewah, bukan juga punya brand mahal yang sering berseliweran di Instagram. Tapi sebuah lipstik mungil warna merah bata, sudah agak tumpul ujungnya, milik ibu. Diam-diam aku ambil dari meja rias dan poleskan di bibir, pelan-pelan, takut ketahuan. Saat melihat bayanganku di cermin, aku terdiam. Wajahku masih sama bulat, polos, dengan jerawat kecil di dahi. Tapi ada sesuatu yang berbeda. Untuk pertama kalinya, aku merasa "melihat" diriku sendiri, bukan sekadar pantulan. Itulah awal mula perjalananku mengenal makeup. Tapi lebih dari itu, perjalanan mengenal diriku sendiri.
Siti Padilah Lubis
5/18/20254 min read


Bukan Sekadar Dandan, Tapi Menemukan Diri
Banyak yang mengira makeup itu cuma soal tampil cantik. Dan jujur saja, awalnya aku juga berpikir begitu. Aku kira, asal bisa nutupin jerawat, alis rapih, dan bibir berwarna, itu sudah cukup. Tapi ternyata, makeup bukan hanya soal tampilan. Makeup adalah perjalanan—sebuah proses personal yang unik bagi setiap orang.
Setiap kali aku mencoba produk baru atau teknik berbeda, aku belajar lebih banyak tentang diriku: apa yang aku suka, apa yang bikin aku percaya diri, dan bahkan apa yang bikin aku nggak nyaman. Makeup membuatku bertanya, “Apa yang ingin aku tunjukkan ke dunia hari ini?”
Bab Awal: Bingung dan Gagal Tapi Seru
Awal belajar makeup itu... jujur, agak memalukan. Pernah pakai foundation yang terlalu putih sampai leher dan muka beda warna. Pernah juga alis jadi seperti dua garis lurus tebal yang bikin ekspresi wajahku selalu terlihat kaget.
Tapi justru dari situlah semua dimulai.
Aku belajar tentang undertone kulitku, tentang pentingnya blending, dan bahwa makeup nggak harus tebal supaya kelihatan cantik. Dari kegagalan-kegagalan kecil itu, aku jadi lebih sabar pada diriku sendiri. Aku berhenti memaksakan standar “cantik” dari luar dan mulai fokus pada versi terbaik diriku sendiri.
Kamar Tidur: Studio Kecil Penuh Eksperimen
Kamar tidurku berubah jadi semacam studio eksperimen. Di atas meja, ada cermin kecil, beberapa kuas murah, dan koleksi makeup drugstore yang aku kumpulkan dari uang jajan. Ada rasa bahagia yang nggak bisa dijelaskan saat aku mencoba shade baru atau bikin eyeshadow look yang berhasil.
Kadang aku dandan tanpa ada tujuan. Nggak mau pergi ke mana-mana, nggak ada yang akan melihat hasilnya. Tapi rasanya menyenangkan. Seperti sedang bermain. Seperti sedang melukis, tapi wajahku adalah kanvasnya.
Di momen-momen itu, aku belajar: kecantikan nggak harus untuk dilihat orang lain. Kecantikan bisa untuk diri sendiri.
Komentar Orang dan Pertanyaan yang Menohok
Tapi perjalanan ini nggak selalu mulus. Selalu ada komentar seperti:
“Kok sekarang jadi sering dandan sih?”
“Cantikan kamu waktu nggak makeup deh.”
“Lagi ngedeketin cowok ya, makanya tampil beda?”
Awalnya, komentar seperti ini membuatku goyah. Aku jadi bertanya, apakah aku terlalu berusaha? Apakah aku kehilangan diriku sendiri?
Namun lama-lama aku sadar: makeup bukan tentang menutupi siapa aku. Makeup adalah cara aku mengekspresikan diri. Kalau hari ini aku ingin tampil bold dengan lipstick merah, itu bukan berarti aku mau menarik perhatian siapa-siapa. Mungkin aku hanya butuh sedikit semangat. Mungkin aku cuma ingin merasa berani hari ini.
Makeup dan Rasa Percaya Diri yang Perlahan Tumbuh
Aku termasuk orang yang dulu sulit tampil di depan umum. Bicara di kelas pun bikin tanganku dingin. Tapi makeup memberiku semacam "armor". Bukan karena aku merasa lebih cantik, tapi karena aku merasa lebih siap.
Blush on bisa menghidupkan wajahku yang lelah. Alis yang rapi bisa membuatku terlihat lebih fokus. Lip tint bisa membuatku tampak lebih segar meski habis begadang. Makeup bukan membuatku menjadi orang lain—ia membantuku tampil sebagai versi terbaik dari diriku sendiri.
Menemukan Komunitas yang Menguatkan
Seiring waktu, aku mulai berbagi perjalanan ini ke media sosial. Awalnya cuma upload hasil makeup di story, lalu mulai bikin video pendek. Ternyata, banyak juga yang merasa relate. Mereka yang juga belajar dari nol, yang merasa bingung, yang takut salah, dan yang juga berusaha mengenal dirinya lewat makeup.
Komunitas ini mengajarkanku banyak hal. Bahwa makeup bukan tentang sempurna, tapi tentang proses. Tentang mencoba, gagal, belajar, dan mencoba lagi. Kami saling berbagi tips, pujian, bahkan cerita pribadi.
Dan aku jadi sadar: aku nggak sendiri dalam perjalanan ini.
Makeup sebagai Bentuk Self-Care
Di hari-hari yang berat, makeup jadi semacam terapi. Saat dunia terasa kacau, mencuci muka lalu mengaplikasikan skincare dan sedikit lip balm bisa memberi rasa tenang. Ada ritme di tiap langkahnya yang menenangkan—tap, blend, swipe.
Di tengah kesibukan dan tekanan, rutinitas makeup menjadi cara untuk memeluk diri sendiri. Untuk memberi waktu, perhatian, dan kasih sayang pada diri sendiri. Walau cuma 10 menit di depan cermin.
Merayakan Perubahan: Diri yang Dulu dan yang Sekarang
Saat melihat foto-foto lamaku, aku senyum sendiri. Aku melihat seorang gadis remaja yang masih malu-malu, bingung, dan nggak tahu harus mulai dari mana. Tapi juga seorang gadis yang punya keberanian untuk mencoba. Untuk menjelajah. Untuk mengenal siapa dirinya.
Sekarang, aku mungkin sudah lebih percaya diri. Aku tahu warna foundation-ku, aku tahu bentuk alis yang cocok, aku tahu kapan harus pakai eyeliner dan kapan cukup dengan maskara.
Tapi lebih dari itu, aku belajar bahwa perubahan bukan tentang menjadi sempurna. Perubahan adalah tentang bertumbuh dan menerima diri sendiri.
Cermin, Makeup, dan Dialog dengan Diri Sendiri
Setiap kali aku berdiri di depan cermin, aku tidak hanya melihat wajahku. Aku melihat perjalanan. Aku melihat versi-versi diriku yang pernah ada yang takut, yang semangat, yang gagal, yang bangkit.
Dan makeup? Ia hanyalah alat. Alat untuk membantuku mengenal, menerima, dan menyayangi diriku sendiri.
Buat Kamu yang Baru Memulai...
Kalau kamu sedang belajar makeup dan merasa nggak tahu harus mulai dari mana, percayalah: kamu nggak sendirian. Semua orang pernah mulai dari awal. Bahkan beauty influencer yang sekarang kamu kagumi dulunya juga belajar dari video YouTube, salah pilih shade, dan salah bentuk alis.
Mulailah dari hal kecil. Tinted lip balm, bedak ringan, pensil alis. Nggak perlu mahal, nggak perlu sempurna.
Yang penting: rasakan prosesnya, nikmati dirimu.
Karena makeup bukan tentang menutupi kekurangan, tapi tentang menghargai apa yang sudah ada, lalu menambahkannya sedikit cahaya.
Penutup: Makeup Adalah Cinta
Akhirnya, aku sampai pada satu kesimpulan:
Makeup pertamaku bukan tentang menjadi cantik. Tapi tentang belajar mencintai diriku sendiri—lewat pantulan cermin.
Dan perjalanan itu belum selesai. Masih banyak warna yang ingin kucoba, teknik yang ingin kupelajari, dan sisi-sisi diriku yang ingin kukenal.
Karena sejatinya, setiap goresan blush, setiap garis eyeliner, dan setiap olesan lipstik… adalah bentuk cinta yang kutawarkan untuk diriku sendiri.
Silahkan follow juga akun sosial media kami @jisiemakeup di Instagram, Tiktok, Facebook dan X untuk tips, rekomendasi dan hal-hal menarik tentang makeup!
Kamu juga punya kisah makeup pertamamu? Tulis, rekam, atau bagikan. Karena siapa tahu, dari cermin kecil di meja riasmu, kamu juga sedang menemukan versi dirimu yang paling indah.